Rabu, 06 April 2011

Penilaian tentang "Tari Gandrung"

Di Banyuwangi tari Gandrung hingga kini masih bergelinjang mesra dan di Lombok tetap berlenggok riang, namun di Bali kesenian ini hampir punah.

Suartaya yang sering memperkuat tim kesenian Bali untuk mengadakan pentas ke mancanegara menambahkan, seni pertunjukan sejenis Gandrung banyak dijumpai di Nusantara.

"Kesenian itu masih satu genre dengan Ketuktilu di Jawa Barat, Tayub di Jawa Tengah maupun Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas dan Joged Bumbung di Bali, dengan melibatkan seorang wanita penari profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan musik (gamelan)," tutur Suartaya.

Penampilannya senantiasa disertai unsur-unsur erotisme seperti juga dalam tari Ronggeng di Jawa Barat dan juga Joged Bumbung di Bali.

Pada masa lalu, penari Gandrung memang banyak mengundang debur asmara kaum pria, padahal para penari Gandrung itu sendiri adalah laki-laki.

Di Banyuwangi kesenian Gandrung pada awalnya dilakoni oleh kaum pria, setidaknya hingga tahun 1890-an. Baru pada tahun 1914 penari wanita dihadirkan setelah kematian penari pria terakhir, Marsam. Gandrung wanita pertama Banyuwangi bernama Semi, seorang gadis kecil yang sakit-sakitan yang berkaul jika sembuh akan menjadi penari Gandrung.

Berbeda dengan di Banyuwangi, di Bali hingga kini tari Gandrung masih dibawakan penari laki-laki. Salah satu grup seni pertunjukan Gandrung yang masih bertahan adalah Sekaa Gandrung Banjar Ketapian Kelod, Denpasar, masih mempertahankan penari pria.

Kesenian Gandrung yang disakralkan oleh komunitasnya itu lebih menampilkan diri sebagai presentasi estetik. Melalui iringan musik bambu yang disebut gandrangan, Gandrung Bali menyuguhkan raga keindahan tari yang lazim dijumpai dalam tari klasik Legong Keraton.

Suartaya menambahkan, seperti halnya di Banyuwangi, diduga kuat tari Gandrung di Lombok pada awalnya juga dibawakan oleh kaum pria.

Gandrung Lombok yang kini lazim dibawakan kaum wanita itu masih eksis sebagai sajian profan, menampakkan karakter Bali dan Banyuwangi.


source : http://www.antaranews.com/

Rabu, 16 Maret 2011

Harapan kita sebagai pemuda

Pemuda adalah pikiran-bertindak. Sejarah pemuda adalah sejarah massa; di dalamnya gagasan revolusioner penuh dengan harapan-harapan yang meningkat dari orang-tua, anak-anak, dan bahkan bayi-bayi yang baru lahir. Perubahan yang dikawal Pemuda adalah semangat dari kebijaksanaan orang-tua, cita-cita anak kecil, dan ketulusan dari bayi yang baru lahir. Pemuda adalah penghubung dari berbagai kenyataan sejarah. Ketika para elit politik sudah tidak bisa dipercaya, petani, buruh, nelayan, masyarakat adat, mereka belum menemukan kawan ditengah situasi yang kian menindas, maka pemuda lah tenaga yang tersisa.
Pemuda seperti bagaimana adanya. Seperti daun muda, akan terus tumbuh pada dahan yang dihinggapinya. Dalam kaitannya dengan sebuah bangsa, pemuda adalah nafas bangsa yang membawa tongkat estafet kebanggaannya dengan menggingat warisan para founding fathers yang telah berjuang demi bangsa ini. Mengingat begitu urgen-nya peran pemuda ini, sudah seharusnya kita bersikap peduli manakala banyak permasalahan yang muncul bertubi-tubi yang datang dari pemuda harapan bangsa itu.

Sejarah mencatat bahwa pemuda merupakan sosok special yang telah menorehkan tinta-tinta manis dalam arsip nasional suatu bangsa. Sejarah Indonesia telah membuktikan kebenarannya. Revolusi 1945 adalah revolusi pemuda, yang merupakan klimaks dari long march perjuangan bangsa sejak masa pra-kemerdekaan. Tokoh-tokoh sentralnya, seperti dr Sutomo dan dr Wahidin Sudirohusodo, yang menggagas perkumpulan Budi Oetomo, HOS Tjokroaminoto, pendiri Sarekat Islam, adalah orang-orang muda pada zamannya. Mereka adalah para pioner ulung, konseptor pergerakan pada masa pra-kemerdekaan. Bahkan Bung Karno dan Bung Hatta menjadi pimpinan negara pada usia muda, masing-masing 44 dan 43 tahun.

Dari tahun ke tahun muncul pemuda dengan berbagai macam semangat sesuai dengan nafas zamannya. Akan berbeda jika kita melihat pemuda masa kini dengan pemuda di masa lalu. Dari sumber-sumber sejarah kita dapat tahu bagaimana kakek buyut kita berjuang dengan sekuat tenaga membebaskan negeri ini dari berbagai penjajah “biadab” yang dengan sekehendak hati mempermainkan kedaulatan negi suatu Negara eri sejuta pesona ini, negeri Indonesia. Lihatlah saat ini, negeri kita telah MERDEKA! Paling tidak sebagai suatu negara yang telah diakui secara de facto dan de jure oleh negara lain. Akankah masih sama perjuangan pemuda saat ini? Tentu saja berbeda.

Pemuda saat ini adalah pemetik bibit perjuangan masa lalu. Penikmat segarnya kebebasan yang sebebas-bebasnya. Akankah kenyataaan seperti itu? TIDAK! Tugas pemuda saat ini sangatlah berat. Lebih berat dari para pendahulu kita, tonggak estafet semakin susah untuk digenggam. Penjajahan telah berevolusi. Tidak hanya makhluk hidup saja yang dapat ber-evolusi. Kencangnya arus globalisasi memaksa kita harus menancapkan kuku lebih dalam agar kita tidak terhempas oleh arus itu. Pemuda adalah agent of change yang berfungsi sebagai kemudi sang burung rajawali. Pemuda adalah wajah suatu bangsa.

Persoalanya kemudian adalah kaum-kaum muda sendiri belum terkonsolidasi dan memiliki modal yang cukup untuk merebut kepemimpinan. Salah satu contoh nyata adalah makin luruhnya semangat nasionalisme di kalangan kaum muda. Kebanyakan malah terjebak dengan pola politik pragmatis senior-seniornya dan bahkan banyak yang terjebak dalam budaya hedonisme. Sehingga kemudian kaum muda mendapat stigma sebagai “ anak bau kencur” yang tidak memiliki kesiapan untuk memimpin. Persoalan kesiapan ini penting karena wacana saatnya kaum muda memimpin bukan hanya urusan bagaimana merebut kekuasaan dari kaum tua semata. Namun, pemuda harus memiliki arah dan orientasi perjuangan sehingga tidak gagap dan terseok-seok dalam menyelesaikan persoalan bangsa.

Dengan mengikuti alur sejarah “continuity and change”, maka peran kesejarahan generasi muda sekarang harus melintasi sekaligus tiga zaman, masalalu, masakini dan masadepan, yakni perpaduan kesadaran historis, kesadaran realistik, dan kesadaran futuristik, seakan membentuk segitiga utuh. Sebab, kesadaran historis semata akan melahirkan romantisme. Hanya ada kesadaran realistik akan melahirkan pragmatisme. Sementara, dengan kesadaran futuristik, yang lahir adalah generasi muda pemimpi.

Dengan mengingat kejayaan pemuda di masa lampau, kita tidak perlu terlalu khawatir karena JAZIRAHi adalahNEGERI yang hebat. Dengan berbagai kekurangannya, JAZIRAH dapat mengatasi berbagai persoalan yang tak kunjung habis. Dengan semangat pemuda yang terus berkobar, kita lanjutkan tonggak kekpemimpinan kita yang telah tersohor sampai negeri LAIN. Api semangat tak akan pernah padam oleh terjangan angin fatamorgana. Sekarang pilihan ada di tangan kita. MERDEKA ATAU MATI! Hidup pemuda!

saya kutip dari salah satu catatan di facebook

Kenapa Kita Gelisah ???

Kita sebagai manusia mungkin sangat sering merasa gelisah, itu disebabkan karena tekanan yang kita hadapi baik dalam dunia kerja maupun dunia percintaan,kuliah keluarga, ini semua bisa menyebabkan kegelisahan buat kita.

saya sedikit mengutip dari koran Kompas :


Manusia gelisah karena takut. Gelisah sendiri sebenarnya perasaan yang normal selama masih dalam batas-batas yang bisa dimaklumi. Dalam hidupnya banyak sekali ketakutan-ketakutan manusia, maka itu kita perlu menyiapkan diri dalam menghadapinya. Contohnya seorang atlet yg gelisah saat menjelang hari perlombaannya (takut akan kekalahan), orang kaya yg gelisah setiap berpergian (takut dirampok), usahawan yg gelisah saat menandatangani kontrak kerjasama (takut ditipu rekan bisnis).

Itulah fenomena dan realitas kehidupan umumnya manusia. Sebenarnya kegelisahan itu tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi atau materi. Buktinya tidak sedikit orang yang melimpah hartanya, punya jabatan, popularitasnya cukup ternama, mereka juga sering mengalami kegelisahan. Bahkan cenderung meningkat pada stress. Dari ringkasan jawaban saya nampak jelas bahwa faktor utama kegelisahan bukan karena faktor ekonomi dan materi, tetapi ada faktor lain yang menjadi penyebab utamanya. Sebenarnya berawal dari mencintai sesuatu kemudian sesuatu itu hilang atau merasa takut hilang.

Kegelisahan kadang seolah-olah disebabkan tingkat/ jumlah materi yang kita dapat atau kita miliki, tetapi sebenarnya kegelisahan dan ketenangan dapat tercipta dengan bagaimana kita menikmati atau mensyukuri apa yang kita dapatkan dan kita miliki, jika kita dapat menikmati hidup dengan apa yang kita miliki pasti kegelisahan tidak akan terjadi, rasa mensyukuri juga akan menghilangkan rasa ambisi yang intinya akan selalu membuat kita gelisah, jadi dengan rasa menikmati dan mensyukuri yang kita miliki nggak kan ada lagi kegelisahan di diri kita, yakinlah itu.

Tanggung Jawab kita melestarikan Budaya Indonesia

Indonesia merupakan negara yang bersemboyankan Bhinneka Tunggal Ika,
yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu. Semboyan itu
menunjukkan bahwa hanya Indonesialah satu-satunya negara yang memiliki
keanekaragaman penduduknya. Maka dari itu Indonesia yang ditinggali oleh
banyak suku-suku pasti memiliki budaya-budaya yang banyak dan beragam
juga. Seperti wayang golek, tari-tarian yang beragam geraknya, dan
ritual-ritual yang dimiliki oleh tiap kepercayaan. Karena budayanya yang
banyak itu bangsa Indonesia sangat melestarikan dan mengembangkannya.

Selain budaya-budaya seperti itu, Indonesia juga memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan selalu mewarnai kehidupan bangsanya,
contohnya seperti kepedulian terhadap sesama, cara orang tua mengasuh
anaknya dangan baik, lalu pribadi yang berbudi luhur, masyarakat yang
tidak pernah putus asa, dan lain-lain. Terutama pada zaman reformasi
Indonesia yang dipimpin oleh Bapak Ir. Soekarno dan Bapak Soeharto,
Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang taat akan hukum dan
peraturannya, kehidupan masyarakatnya saling menghargai satu sama lain,
dan selalu menghargai dan mengembangkan budaya-budayanya. Pada zaman itu
Negara Indonesia menjadi salah satu negara yang disegani oleh negara
lainnya, karena berbagai upaya-upaya yang baik itu dilakukan oleh
bangsanya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, kualitas bangsa Indonesia
mulai menurun dan menyebabkan nama baik bangsa Indonesia tercoreng .
Dengan demikian otomatis Indonesia tidak menjadi negara yang disegani
seperti dulu lagi. Selain itu budaya-budaya yang merupakan aset terbaik
milik bangsa Indonesia mulai dilupakan dan tidak dikembangkan bahkan
tidak jarang pula beberapa kebudayaan asli Indonesia yang telah direbut
dan diakui oleh negara lain sebagai budaya mereka sendiri, contoh tari
pendet yang notabene adalah budaya asli masyarakat BALI telah diakui
oleh negara tetangga kita sebagai budaya asli mereka, dan masih ada juga
beberapa contoh lainnya.

Pada zaman sekarang teknologi dan pengetahuan masyarakat Indonesia
berkembang luas. Banyaknya budaya asing yang masuk ke Indonesia seperti,
manga dan anime ( komik jepang ) dan budaya-budaya
asing lainnya menyerbu masuk ke Indonesia. Namun masuknya budaya-budaya
asing tersebut tidak disaring terlebih dahulu oleh masyarakat Indonesia
dan cenderung diterima secara besar-besaran. Buruknya lagi
budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia tersebut tidak diimbangi
oleh pengembangan budaya milik Indonesia sendiri.

Hal tersebut dapat dibuktikan melalui buku-buku komik anak dan remaja
yang dijual di toko buku di Indonesia. Hampir semua toko buku di
Indonesia menjual yang namanya komik manga dan anime dan dapat dikatakan bahwa komik-komik tersebut merupakan buku yang paling banyak terjual atau best seller dibandingkan buku-buku anak dan remaja lainnya. Padahal pada zaman 1970-an komik Indonesia, seperti Si Buta Dari Goa Hantu, Gundala, Godam, Gina, dan Panji Tengkorak,
pernah berjaya. Namun karena serbuan komik jepang yang masuk ke
Indonesia menyebabkan komik-komik Indonesia tersebut hilang dari
pasaran. Selain itu film manga dan anime telah banyak tersiar di hampir
semua stasiun televisi Indonesia. Dan komik jepang itu pula yang
sekarang menjadi media hiburan yang diperbincangkan oleh anak-anak.

Jika melihat dari fakta-fakta tersebut, yang akan saya katakan adalah, kita ini anak Indonesia atau anak Jepang?, mengapa manga dan anime
yang kita jadikan hiburan, padahal Indonesia memiliki budaya yang lebih
seru, asyik, dan jauh lebih menyenangkan, seperti bermain wayang kulit.
Jangankan untuk bermain, belum tentu semua anak yang menyukai anime dan manga dapat mengetahui nama tokoh-tokoh primer dalam wayang seperti nama-nama kelima Pandhawa. Dapat dikatakan bahwa anime dan manga
itu bagaikan sebuah alat pencuci otak anak-anak Indonesia untuk
melupakan budayanya. Sebenarnya kita boleh menyukai budaya asing seperti
manga dan anime, tetapi sebaiknya kita sebagai bangsa
Indonesia harus bisa menghargai dan melestarikan budaya milik kita
sendiri terlebih dahulu. Lebih baik lagi jika kita mampu memadukan
budaya asing seperti manga dan anime dengan budaya Indonesia seperti wayang menjadi sebuah mahakarya yang bagus hasil ciptaan Indonesia. Misalnya, film Barathayuda yang tokoh wayangnya dijadikan anime mode, lalu komik Arjuna Sasrabahu yang model tokohnya dijadikan anime mode. Jadi anak-anak yang menyukai manga tetap dapat melihat dan membaca komik atau film manga
tetapi juga dapat mempelajari dan mengetahui kisah-kisah pewayangan,
dengan demikian terjadi adanya suatu keseimbangan antara menghargai
budaya sendiri dan menghargai budaya asing.

Selain hilangnya kesadaran masyarakat Indonesia akan budayanya, zaman
sekarang ini yang namanya budaya bangsa Indonesia seperti kebaikan,
gotong royong, kebersihan, dan pribadi masyarakat Indonesia yang tidak
mudah putus asa hampir menghilang disapu oleh budaya dari negara lain
terutama di daerah perkotaan yang memiliki kebiasaan yang buruk yakni
jarang menyapa satu sama lain. Kebanyakan orang Indonesia telah sulit
jika harus berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar, bahkan telah
ada celetukan–celetukan anak-anak muda zaman sekarang yang tidak mau
menyapa orang lain malahan mencemooh saat seseorang akan berinteraksi
atau berelasi dengan orang yang dimaksud.

Selain itu, budaya lain yang telah dihilangkan dari kebiasaan baik
bangsa Indonesia adalah budaya kebersihan. Sekarang ini banyak sampah
yang berserakan hampir di setiap tempat di Indonesia, bagaimana malunya
bangsa Indonesia jika negaranya didatangi oleh turis dari negara lain
yang menyaksikan banyaknya sampah yang berserakan di Indonesia. Jumlah
pengangguranpun bertambah yang merupakan bukti bahwa tidak adanya rasa
semangat juang dari pribadi masyarakat Indonesia.

Maka dapat dikatakan bahwa sekarang pengembangan akan budaya dan
kebiasaan-kebiasaan baik seperti dahulu sukar ditemukan, dan cenderung
tidak ada. Padahal budaya-budaya itu adalah milik negara kita sendiri
dan harus dilestarikan. Jika dibiarkan terus-menerus otomatis Negara
Indonesia tidak akan dikenal oleh negara-negara lainnya dan akan sulit
untuk menjadi negara maju di kemudian hari.

Tetapi hal yang lebih buruk daripada hilangnya budaya-budaya tersebut
adalah banyaknya kasus korupsi dan demonstrasi yang berlangsung ricuh.
Di televisi banyak tersiar berita korupsi yang merupakan salah satu
faktor terhambatnya suatu negara menjadi negara yang maju. Padahal pada
jaman Bapak Ir. Soekarno, kasus korupsi yang terjadi tidak sebanyak dan
secanggih sekarang. Buruknya lagi, pada zaman sekarang pelaku korupsi
kebanyakan orang-orang penting Indonesia. Maka dari itu Indonesia
menjadi negara di benua Asia yang paling banyak pelaku korupsinya hingga
menduduki peringkat nomor satu se-Asia.

Selain korupsi juga masih ada masalah lain yakni demonstrasi massa
(demo) yang tidak berjalan dengan baik dan cenderung pelakunya bersifat
anarkis. Di banyak siaran berita televisi juga menyiarkan banyaknya
kasus demo yang tidak sesuai peraturan yang ada. Banyak para pendemo
yang berlaku anarkis seperti membakar ban, merusak mobil-mobil, merusak
fasilitas umum, menutup jalan protokol, menghancurkan bangunan warga dan
pemerintah, melawan aparat kepolisian, bahkan membakar foto presiden
dan lambang negara.

Tidak malukah kita dengan hal-hal tersebut, bagaimana jika kita
dicemooh oleh turis mancanegara dan negara-negara lain yang melihat
bagaimana buruknya ketaatan bangsa Indonesia terhadap hukum yang
dibuatnya sendiri, dan tidak melestarikan budaya yang mereka miliki
sendiri, lalu bagaimana cara negara Indonesia ini bisa menjadi negara
yang maju?

Jika saya diharuskan menjawab pertanyaan di atas, saya akan menjawab
bahwa kita harus mengembangkan budaya-budaya yang merupakan aset negara
paling berharga, menjalin relasi yang baik dengan orang yang menurut
kita berwatak baik, dan pemerintah maupun masyarakat harus selalu
berbuat baik dan tidak sewenang-wenang. Apakah artinya semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang kita miliki, jika bangsa-bangsanya tidak mau
melestarikan budaya-budaya mereka ,apalagi sampai melupakannya, bahkan
pasrah jika budaya-budaya kita diakui oleh negara tetangga. Apakah arti
dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika jika tidak ada kepedulian terhadap orang lain dan tidak ada rasa tanggung jawab dari tiap pribadi bangsa.

Maka dari itu kita sebagai bangsa Indonesia wajib melestarikan dan
sekaligus mengembangkan budaya milik tanah air kita yang tercinta.
Menurut saya Indonesia dapat menjadi negara yang maju jika mengekspose
budaya-budaya yang kita miliki, sebab dengan cara tersebut budaya dan
kebiasaan baik bangsa Indonesia dikenal oleh luar negeri dan mungkin
dengan cara itu juga, tidak ada negara lain yang berani lagi mengakui
budaya Indonesia menjadi budaya asli milik negara tersebut karena telah
ada bukti yang rasional.

Selain dengan cara mengekspose budaya-budaya milik Indonesia, kita
juga harus menanamkan yang namanya kepedulian antar masyarakat dan
mencoba menjalin relasi yang baik dengan orang yang berbeda suku,agama,
dan kepercayaan. Namun belum tentu semua orang dapat kita jadikan
sebagai teman kita. Kita juga harus pandai-pandainya memilih teman. Jika
ada seseorang yang mau kita jadikan teman, kita harus mengetahui watak
dan sikap dasar orang tersebut, jika wataknya baik boleh kita jadikan
teman, tapi jika wataknya buruk jangan kita jadikan sebagai teman.
Karena kita sebagai manusia memiliki sifat dasar yang mudah meniru dan
terpengaruh oleh lingkungan terdekat kita, yang pastinya akan berakibat
buruk jika kita berteman dengan orang yang salah. Pertemanan juga
termasuk salah satu faktor pengganggu kepribadian seseorang. Sedangkan
jika kita berteman dengan orang yang baik kita bisa menjadi orang yang
baik pula dan akan timbul adanya sikap saling mengerti satu sama lain,
saling membantu, dan lain-lain.

Selain dengan cara mengembangkan dan melestarikan budaya dan berelasi
antar manusia, negara kita ini dapat menjadi maju jika adanya keadilan
dan ketidaksewenangan para pemimpin bangsa. Saya sangat berharap jika
Negara Indonesia ini bebas dari korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Maka dari itu saya mengharapkan kepada pihak pemerintah untuk lebih
memperketat pertahanan anti KKN. Selain memperketat pertahanan anti KKN,
saya juga mengharapkan adanya tanggung jawab pihak pemerintah dalam
kepentingan orang-orang miskin. Di banyak stasiun televisi menyiarkan
adanya berita penggusuran bangunan liar dan pedagang kaki lima. Jika
memang hal itu dilakukan seharusnya sebelum penggusuran diadakan, pihak
pemerintah telah menyiapkan atau membangunkan tempat tinggal dan tempat
berdagang yang layak. Lebih baik lagi jika pihak pemerintah juga
memberikan kebutuhan primer yang pastinya sangat dibutuhkan oleh
orang-orang miskin tersebut, seperti pakaian dan bahan makanan, apalagi
jika pihak pemerintah memberikan modal untuk bekerja, seperti hewan
ternak kepada orang-orang miskin tersebut. Dengan upaya ini, selain
membantu orang-orang miskin, juga berupaya mengentaskan jumlah
kemiskinan di Indonesia. Maka dengan cara ini dapat tercipta yang
namanya perdamaian dan keadilan di Negara Indonesia.

Semoga dengan cara-cara ini Negara Indonesia bisa menjadi negara yang
maju, sangat mencintai budaya-budaya yang dimiliki oleh banyak
suku-sukunya, dan akan tercipta yang namanya perdamaian antar
suku,agama, dan kepercayaan yang berbeda, maka arti semboyan Bhinneka
Tunggal Ika akan benar-benar tampak dari tiap pribadi masyarakat Indonesia. Insya’Allah Negara Indonesia akan kembali disegani oleh negara yang lainnya seperti dulu.

Source : http://komikoo.com

Pandangan Hidup Kaum Urban??

Satu alasan bagi ratusan ribu bahkan jutaan pendatang mengadu nasib di Jakarta adalah untuk mencari pencerahan nasib hidup. Di kampung yang masih jauh dari kemajuan, kaum urban merasa tidak memiliki harapan hidup yang cerah dan memilih untuk datang mengadu nasib ke Jakarta demi perubahan nasib yang positif.
Kebanyakan dari mereka (termasuk saya) datang dengan modal yang kurang memadai untuk ukuran kebutuhan kota besar seperti Jakarta. Bak berjudi dengan nasib, apapun akan dilakukan kaum urban untuk mendapatkan penghidupan yang lebih layak di Jakarta. Dan pandangan kaum urban dari tentang Jakarta adalah tempat untuk mewujudkan impian-impian mereka, Jakarta is a big dreams city.
Selepas lulus SMA di tahun 2009, saya yang belum berkesempatan untuk kuliah di jurusan yang saya idamkan karena faktor ekonomi, memilih untuk mengadu nasib di Jakarta dengan harapan saya dapat menabung untuk rencana kuliah yang mungkin akan saya tempuh mulai dari dua tahun mendatang. Dan dari pelosok Kota kecil di Jawa Timur yang bernama Ngawi, saya banyak bermimpi untuk mengadu nasib di Jakarta, dengan modal nekat saya pun berangkat ke kota impian tersebut, Jakarta.
Suka duka saya jalani selama hampir dua bulan untuk melamar pekerjaan di sana-sini, dan tentu masih setia menulis dengan laptop tua kesayangan saya. Akhirnya kerja keras saya membuahkan hasil dengan diterima sebagai asisten refraksionis di salah satu optik besar di negeri ini. Padahal pekerjaan yang baru saya jalani lima bulan ini jauh sekali dari jurusan dasar saya di SMA yakni jurusan IPS. Namun, saya sangat bersyukur sekali mendapatkan pekerjaan yang sedang saya jalani saat ini, hingga saya masih percaya bahwa Jakarta tetaplah kota impian untuk mewujudkan semua mimpi besar saya.
Namun, tidak semua kaum urban yang datang mengadu nasib di Jakarta mendapatkan kemudahan seperti yang saya alami. Banyak di antara mereka rela bekerja serabutan di Jakarta demi tetap mendapatkan sesuap nasi setiap harinya, bahkan pekerjaan-pekerjaan kotor pun rela mereka jalani demi tetap bertahan hidup. Semua bermuara pada satu hal yakni tetap berharap pada Jakarta sebagai kota impian mereka. Lebih baik pontang-panting di Jakarta yang masih banyak menyediakan peluang-peluang tersembunyi untuk mendapatkan penghasilan, dibandingkan kembali ke kampung yang masih jauh tertinggal dengan derap modernisasi dewasa ini.
Inilah yang seharusnya menjadi perhatian lebih pemerintah terhadap kesejahteraan rakyatnya. Ketidakseimbangan serta ketidakmerataan penyebaran tingkat kesejahteraan masyarakat yang membuat laju urbanisasi kian membludak tiap tahunnya. Masalah yang timbul di perkotaan pun kian menumpuk seiring lambannya tindakan pemerintah dalam menanggulangi semua itu. Percuma melakukan reurbanisasi atau bahkan trasnmigrasi jika sebatas memindahkan masyarakat tanpa disertai pembentukan denyut kehidupan yang berimbang.
Negeri ini sangat kaya, tapi mengapa kehidupan yang tampak kaya hanya terfokus pada secuil wilayah negeri ini saja? Bukankah seharusnya dengan kekayaan bangsa ini yang tersebar rata mampu memberikan penyebaran kesejahteraan yang merata pula?
Dan bukan salah kami (baca: kaum urban) jika tetap keukeuh datang berbondong-bondong ke Jakarta demi mengadu nasib hingga kota ini menjadi overload apabila kampung kami dibiarkan tetap tertinggal. Jika kampung-kampung kami mendapatkan porsi pembangunan yang seimbang dan merata, tentu kami tidak akan datang memenuhi Jakarta. Dengan pembangunan yang merata, kami tentu akan nyaman dan merasa terayomi untuk berkarya di daerah kami masing-masing demi kemajuan Nusa dan Bangsa.

Source : http://theniesland.blogspot.com

Senin, 07 Maret 2011

Penderitaan Rakyat Indonesia Pada Zaman Belanda



Pada masa VOC berkuasa dan menghujamkan penjajahan di nusantara. Masa-masa sulit bangsa dan rakyat Indonesia adalah pada masa tanam paksa. Hal ini terjadi saat kekuasaan VOC ditangan 3 orang komisaris Jenderal yaitu Elout, Vander Capellen dan seorang Pendeta yang bernama Buyskes.

Keuangan Belanda merosot karena selain kerugian VOC yang harus dibayar juga karena biaya yang amat besar untuk menghdapi perang Diponegoro dan perang Paderi. Di Eropa, Belgia memisahkan diri pada tahun 1830 padahal daerah industri banyak di wilayah Belgia.

Untuk mengatasi kesulitan ekonomi tersebut maka diberangkatkanlah Johannes Van den Bosch sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan tugas meningkatkan penerimaan negara untuk mengatasi masalah keuangan Pemerintah Hindia Belanda.

Bagaimana cara Van den Bosch meningkatkan penerimaan negara? Van den Bosch memberlakukan sistem tanam yang kemudian menjadi tanam paksa.

Peraturan tanam paksa yang dikeluarkan Van den Bosch mewajibkan rakyat membayar pajak dalam bentuk hasil pertanian (inatura) khususnya kopi, tebu dan nila. Dengan demikian akan diperoleh barang eksport yang banyak untuk dikirim ke Belanda dan dijual ke Eropa serta Amerika

Ketentuan-ketentuan pokok tanam paksa adalah sebagai berikut :
1. Penduduk diharuskan menyediakan sebagian tanahnya untuk tanaman yang laku dijual (di eksport) ke Eropa.
2. Tanah yang dipergunakan tidak melebihi 1/5 tanah yang dimiliki penduduk desa.
3. Waktu untuk memelihara tanaman tidak melebihi waktu yang diperlukan untuk memelihara tanaman padi.
4. Bagian tanah yang ditanami tersebut bebas pajak.
5. Bila hasil bumi melebihi nilai pajak yang harus dibayar rakyat maka kelebihan hasil bumi tersebut diberikan kepada rakyat.
6. Jika gagal panen yang tidak disebabkan oleh kesalahan petani maka kerugian di tanggung pemerintah
7. Penduduk yang bukan petani wajib bekerja di kebun, pabrik atau pengangkutan untuk kepentingan Belanda.

Apakah peraturan tanam paksa tersebut dijalankan dengan baik oleh para Bupati, Kepala desa dan pegawai Belanda yang lain? Jika tanam paksa diterapkan sesuai peraturan tidaklah terlalu membebani rakyat.

Dalam prakteknya terjadi banyak penyimpangan sehingga rakyat dikorbankan. Mengapa demikian? Karena adanya iming-iming agar para Bupati, Kepala desa serta pegawai Belanda yang bekerja dengan sungguh-sungguh akan diberi perangsang yang disebut Culture procenten yaitu bagian (prosen) dari tanaman yang disetor sebagai bonus selain pendapatan yang biasa mereka terima.

Contoh penyimpangan adalah tanah yang dipakai bisa lebih dari 1/5 bagian, selisih harga tidak diberikan ke petani, kegagalan panen ditanggung petani. Rakyat masih diwajibkan kerja rodi. Dengan penyimpangan tersebut para aparat pemerintah dan Bupati dapat mengumpulkan Cultur procenten yang banyak untuk memperkaya diri di atas penderitaan rakyat. Terjadi kemiskinan, kelaparan dan kematian. Contoh di Cirebon (1844), Demak (1848), Grobogan Purwodari (1849).

Adakah dampak positif tanam paksa? Bagi bangsa Indonesia mulai dikenal tanaman baru serta cara memeliharanya serta meningkatkan pengairan.


Sebenarnya tanam paksa mendapat kritikan dari orang-orang Belanda sendiri. Dampak kritikan tersebut tanam paksa mulai dihapuskan secara bertahap contohnya pada tahun 1865 tanaman nila, teh dan kayu manis yang kurang menguntungkan.

Tahun 1866 tembakau. Tebu tahun 1884, dan terakhir adalah kopi tahun 1916. Tanam paksa berhasil menutup defisit dan meningkatkan kemakmuran bangsa Belanda. Sehingga tepatlah ungkapan yang berbunyi “Indonesia adalah gabus tempat mengapung“ bagi Belanda

Setelah mempelajari tanam paksa Anda dapat melanjutnya belajar tentang sistem usaha swasta seperti uraian berikut ini.
- Sistem Usaha Swasta
Dengan kemenangan golongan liberal di parlemen Belanda maka mulai ditetapkan sistem ekonomi liberal yang ditandai dengan masuknya modal asing ke Indonesia. Masa ini disebut Politik Pintu Terbuka (open door policy) atau politik ekonomi liberal kolonial dilandasi oleh beberapa undang-undang antara lain.

1. Indische Comptabiliteitswet tahun 1867 (UU perbendaharaan Hindia Belanda) yang menyatakan bahwa anggaran belanja Hindia Belanda harus ditetapkan dengan Undang-Undang, jadi dengan persetujuan Parlemen Belanda.
2. Suikerwet 1870 (UU gula) berisi ketetapan bahwa tanaman tebu sebagai tanaman monopoli pemerintah berangsung-angsur akan dihilangkan sehingga di pulau jawa dapat diusahakan oleh pengusaha swasta.
3. Agrarichwet 1870 (UU agraria) berisi antara lain:

- Tanah di Indonesia dibedakan menjadi 2 bagian yaitu tanah rakyat dan tanah pemerintah.
- Tanah rakyat dibedakan atas tanah milik yang sifatnya bebas dan tanah desa yang tidak bebas. Tanah rakyat tidak boleh dijual kepada bangsa asing, hanya boleh disewakan.
- Tanah pemerintah dapat dijual untuk tanah milik (eigendom) atau disewakan selama 75 tahun.

Tujuan undang-undang agraria adalah melindungi petani agar tidak kehilangan tanahnya serta membuka peluang Orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
Bagaimana keadan Indonesia selama sistem usaha swasta berlangsung?

Mulai tahun 1870 para pengusaha swasta menanam modal di Indonesia dengan membuka perkebunan misalnya tembakau, kopi, teh, kina, karet, serat nenas dan kelapa sawit. Selain perkebunan berkembang pula usaha pertambangan contoh minyak di Sumatra dan Kalimantan, batubara di Sumatra Barat dan Selatan, timah di Pulau Bangka.

Untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan usaha swasta dibangun sarana dan prasarana yaitu Irigasi, jalan raya, jembatan dan kereta api. Angkutan laut juga dikembangkan melalui pembangunan pelabuhan Jakarta (Tanjung Priuk), Medan ( Belawan). Padang (Teluk Bayur). Angkutan laut dilayani oleh perusahaan pengangkutan Belanda bernama Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM).

Bagaimana dampak pelaksanaan sistem usaha swasta? Bagi Belanda sistem ini telah memberi keuntungan yang besar karena meningkatnya tanaman eksport, seperti gula, kopi, teh kopra dan kina. Keuntungan Belanda berkisar 151 juta gulden pada tahun 1877. Bagi bangsa Indonesia mengenal sistem ekonomi uang yaitu masyarakat mengenal uang tunai dari hasil sewa tanah. Dampak negatifnya adalah mundurnya kerajinan rakyat serta sarana tradisional karena digantikan alat dan sarana yang lebih modern. Para pekerja perkebunan banyak yang mengalami penderitaan karena sebagai kuli kontrak terkuno Poenale Sanctic (Sanksi hukuman) yang acapkali diperlakukan semena-mena.

Akhirnya pelaksanaan sistem usaha swasta ini mendapat kritikan dari berbagai pihak diantaranya dari Van De Venter yang akhirnya melahirkan politik etika tahun 1901.

source :http://indonesianvoices.blogspot.com